Kakek Pemberani, Modal Cuma Tongkat Untuk Mengusir Balapan Liar

Kakek Pemberani, Modal Cuma Tongkat Untuk Mengusir Balapan Liar - Nama Sumarjono tengah menyita perhatian khalayak internet, terutama di Semarang, Jawa Tengah. Pria berusia 63 tahun itu dikenal karena aksinya membubarkan balap liar di bilangan Jalan Suratmo, Semarang Barat.

Awalnya cerita soal Sumarjono termuat di situs Metro Semarang pada 20 Juni 2016. Dalam foto di situs itu, Sumarjono terlihat memegang sebuah tongkat bambu berukuran sekitar 1,5 meter. Ia berdiri di tengah jalan, berusaha mencegah aksi balap liar.

Cerita dan foto Sumarjono kian mengemuka setelah dibagikan akun Instagram @hendrarprihadi, yang dikenal milik Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, Selasa (23/6).

@hendrarprihadi membagikan tangkapan layar laman Metro Semarang, sembari mengajak warganya mengapresiasi aksi Sumarjono. Kiriman itu mendapat lebih dari 2.600 akun tanda suka.

Dari dua sumber awal itu kabar ihwal keberanian Sumarjono menyebar. Sumarjono pun kian sering menerima kunjungan para pewarta. Foto dan kisahnya turut termuat dalam pemberitaan media.

Sumarjono tinggal tak jauh dari Jalan Suratmo, yang memang acap jadi arena balap liar. Persisnya, ia bertempat tinggal di Jalan Taman Sri Rejeki Timur RT 10 RW 06, Gisikdrono, Semarang Barat --jaraknya dengan lokasi trek-trekan itu sekitar 500 meter.

Menurut cerita Sumarjono, upaya membubarkan balap liar sudah dimulainya sejak tiga bulan silam. Inisiatif itu dipicu satu peristiwa kecelakaan. Ketika itu, Sumarjono tengah melintas di Jalan Suratmo dan mendapati seorang perempuan muda tertabrak motor yang dipacu pelaku balap liar.

"(Perempuan muda) pas mau nyebrang, dari sana ada yang balapan kencang, tertabrak. Ditinggal lari begitu saja," kata kakek yang sudah memiliki enam cucu itu, dilansir Jawa Pos.

Sejak itu Sumarjono getol beraksi membubarkan balap liar. Bermodal tongkat bambu ia akan datang menghampiri anak-anak muda yang menjadi pelaku balap liar. Karena aksi rutin itu, Sumarjono kini punya julukan "Mbah Ratmo" --merujuk pada Jalan Suratmo.

Tak jarang dalam aksinya, Sumarjono mesti mendapati perlawanan. Adu mulut adalah pengalaman yang biasa.

Sekali waktu, Sumarjono bahkan pernah dikeroyok para pelaku balap liar. Meski lawannya berjumlah sekitar 20-an orang, Sumarjono tak gentar. Ia menghadapi lawannya dengan tongkat bambu, dan berhasil membubarkan kerumunan itu.

Namun, dirinya juga meski menderita luka di bagian hidung. "Dia (salah seorang lawannya) bawa pentung terus saya tangkis pecah. Pecahannya itu kena hidung saya sampai berdarah. Saya juga pakai tongkat. Mereka terus kabur," kata Sumarjono, dikutip detik.com.

Meski usianya sudah kepala enam, kondisi fisik Sumarjono memang bugar. Ia masih aktif mencari nafkah. Kala siang, dirinya membantu menjaga toko material milik keponakannya. Malam harinya, Sumarjono menjadi petugas keamanan di sebuah perumahan.

Sumarjono juga punya bekal bela diri. Hingga kini, ia masih menjadi pengajar di padepokan Pencak Silat Satria di Kampung Petelan Semarang. "Sudah sejak kelas 4 (SD) bisa pencak silat. Sekarang saya melatih pencak silat yang mengkombinasikan tenaga dalam," ujar Sumarjono, soal kemampuannya itu.

Foto sekadar ilustrasi, menampilkan joki balap liar, Dian alias Haji Meri, melakukan pose superman saat latihan di kawasan Simatupang, Jakarta Selatan (28 Januari 2016).

Sebagai informasi, balap liar di Jalan Suratmo sudah lama jadi perkara. OkeZone.com (9 Februari 2012), pernah memberitakan masalah ini. Kala itu, Kepolisian Sektor Semarang Barat mengaku nyaris setiap hari menerima laporan warga soal aksi balap liar di Jalan Suratmo.

Biasanya, balapan akan berlangsung pada malam hari. Menjadi lebih ramai ketika malam minggu. Pada bulan Ramadan, aksi akan berlangsung pukul 16.00 WIB hingga beduk magrib.

Menurut Sumarjono, polisi juga tak banyak membantu dalam menertibkan masalah ini. "Polisi kalau datang ya cuma di mobil saja, tidak membubarkan," kata dia.

Pengakuan Sumarjono selaras dengan laporan Metro Semarang, yang mengunjungi lokasi tersebut pada 9 Juni 2016. Polisi sempat melintas dengan mobil patroli, dan para pelaku balap liar membubarkan diri. Namun tidak ada peringatan dan tindakan tegas dari polisi.

Pemandangan di lokasi tersebut khas arena balap liar lainnya. Keramaiannya didominasi para remaja. Puluhan hingga ratusan motor diparkir, memenuhi pinggiran jalan. Motor-motor yang dibawa rerata sudah dimodifikasi. Misalnya, dengan memasang knalpot bersuara bising, dan ban motor ukuran kecil.

Tak usah berharap ada standar lomba yang baik. Hal paling mudah terlihat, para pebalap yang memacu motor tanpa helm dan perlengkapan keamanan lain.

Karena statusnya liar, mereka tak bisa menghalangi pengguna jalan lain melintas. Walhasil, lomba adu cepat itu juga melintas di jalan yang masih dipakai warga. Potensi celaka jadi lebih besar.


No comments:

Write a Comment


Top